Toleransi dalam Islam
Toleransi dalam Islam dan kebebasan beragama adalah topik yang penting
ketika dihadapkan pada situasi saat ini ketika Islam dihadapkan pada
banyaknya kritikan bahwa Islam adalah agama intoleran, diskriminatif dan
ekstrem. Islam dituduh tidak memberikan ruang kebebasan beragama, kebebasan
berpendapat, sebaliknya Islam sarat dengan kekerasan atas nama agama sehingga
jauh dari perdamaian, kasih sayang dan persatuan.
Memang
tidak dapat dipungkiri kesimpulan keliru oleh para pengkritik Islam tersebut
terbentuk dari fakta-fakta sebagian kecil umat Islam yang melakukan tindakan
yang mengatasnamakan jihad Islam yang tidak tepat. Tetapi meski demikian kita akui
juga bahwa kekuasaan yang sewenang-wenang yang diterapkan oleh negara-negara
adidaya terhadap negara-negara miskin dan negara berkembang serta standar ganda
yang mereka terapkan ketika terjadi kesepakatan antara mereka dengan
negara-negara berkembang yang juga termasuk negara-negara Islam- adalah
penyebab alami reaksi kekerasan yang timbul. Tentu saja ini bukanlah cara-cara
Islam dan benar-benar bertentangan dengan ajaran Islam.
Islam
adalah agama yang mengajarkan untuk menghormati para utusan Allah, meyakini
bahwa mereka adalah para utusan Allah yang benar yang bertugas menyampaikan
ajaran-ajaran yang benar sesuai dengan situasi pada masing-masing zaman. Dari
hal ini bagaimana mungkin bisa dikatakan bahwa agama seperti ini tidak
mengajarkan toleransi terhadap agama lain? Bagaimana bisa dikatakan agama Islam
tidak mengajarkan persatuan dan kerukunan dengan agama lain? Bagaimana bisa
agama Islam mengajarkan kebiasaan intoleransi agama dan menganjurkan hidup
dengan orang lain tanpa cinta dan kasih sayang? Tidak mungkin. Menyatakan bahwa
dalam agama Islam tidak ada nilai-nilai kesabaran dan kebebasan berpendapat
atau berbicara adalah suatu tuduhan yang tidak berdasar.
Kata
makna Islam sendiri mengandung makna antidote dari kekejaman, disharmonisasi
dan intoleransi. Salah satu artinya adalah damai, penyerahan diri dan
ketataatan, dan juga berarti menciptakan kerukunan dan perdamaian. Salah satu
makna lainnya adalah menghindari orang yang menyakiti, arti lainnya adalah
hidup bersama secara harmonis. Tujuan dari penjelasan tentang kata Islam yang
diberikan oleh Allah taala pada agama Islam ini adalah karena seluruh
ajaran-ajaran dan hukum-hukum yang dibawa oleh Rasulullah saw penuh dengan
cinta, Toleransi, kesabaran, dan kebebasan hati nurani dan berbicara dan hak
untuk mengungkapkan pendapat.
Selanjutnya
lihatlah bagaimana Rasulullah saw mengajarkan kepada kita semua tentang
semangat toleransi, kebebasan beragama dan berkeyakinan
Ketika
Rasulullah (saw) mengklaim bahwa beliau adalah utusan Allah dan atas bimbingan
Allah taala menyatakan bahwa beliau adalah seorang nabi dengan membawa syariat
terakhir dan satu-satunya sarana keselamatan adalah dengan menerima Islam dan
menyesuaikan diri dengan perintah-perintah Allah yang Mahakuasa - pengumuman
ini kemudian dibuat oleh Allah yang Mahakuasa:
Dan
katakanlah, “Inilah kebenaran dari Tuhan-mu; maka barangsiapa menghendaki, maka
berimanlah, dan barangsiapa menghendaki, maka ingkarlah.” ( Q.S 18: 30 )
Selanjutnya, adalah urusan Allah taala sendiri untuk memberi balasan pada orang
yang tidak beriman, di dunia maupun diakhirat. Oleh karena itu, wahai Nabi dan
wahai orang-orang yang beriman pada nabi ini, tugas kalian hanyalah
menyampaikan pesan tersebut. Untuk kepentingan menciptakan lingkungan
yang penuh cinta dan kasih sayang serta toleransi, kalian harus menyebarkan
pesan ini dengan penuh kebaikan. Karena Anda yakin bahwa dengan ajaran Tuhan
yang diberikan kepadamu, agama kalian adalah benar dan berdasarkan pada
kebenaran, Ini adalah persyarakat bagi terciptanya kebaikan bagi orang lain,
bahwa apa yang kalian anggap benar untuk diri kalian, kalian harus
menyebarkannya juga pada seluruh umat manusia dan juga melibatkan mereka dalam
perintah ini.
Mungkin
bisa saja orang lain akan mengajukan keberatanan seperti ini bahwa pilihan
untuk beriman atau tidak beriman yang diberikan kepada orang-orang Mekah itu
diberikan pada saat posisi umat Islam masih sangat lemah. Maka kalimat itulah
yang dipergunakan sehingga orang-orang kafir Mekkah tidak membinasakan umat
Islam secara kejam.
Keberatan
ini adalah argumen yang lemah. Walaupun adanya perintah ini, Kaum kafir Makkah
tidak berhenti dalam hal kekejaman mereka terhadap umat Islam. Mereka
menganiaya orang Islam disebabkan karena keimanan umat Islam. Beberapa
diletakkan diatas batu yang membara, beberapa lainnya disuruh berbaring diatas
pasir yang panas dibawah terik matahari siang. Beberapa mereka diikat kakinya
pada dua unta dan unta tersebut ditunggangi ke arah yang berlawanan yang
menyebabkan kaki orang Islam terpotong menjadi dua bagian. Bahkan wanita-wanita
yang dipukuli tidak terhindar dari penyiksaan ini. Jadi jika ayat sebelumnya
yang saya kutip dimaksudkan untuk menyelamatkan umat Islam dari kekejaman, maka
sejarah membuktikan bahwa hal itu tidak mengarah pada tujuan itu. Perintah ini
tidak terbatas pada saat itu saja tapi hal itu juga berlaku dalam Quran Suci
untuk saat ini.
Tidak
tahan dengan kekejaman yang ditimbulkan oleh orang-orang sebangsa sendiri, kaum
Muslim hijrah ke Madinah. Setelah kedatangan mereka perjanjian dibuat dengan
orang-orang Yahudi Madinah yang bukan Islam pada saat itu, yang menunjukkan
bagaimana masyarakat bisa hidup bersama dan tetap bebas, dan menunjukkan bagaimana
hak-hak satu sama lain diperhatikan.
Namun
sebelum itu ajaran Alquran suci menyatakan:
'Tidak boleh ada paksaan dalam
agama.” ( Q.S 2: 257 )
Perintah
ini diturunkan di Madinah. Pada saat itu mayoritas penduduk Madinah telah
menjadi Muslim, sebagian lagi adalah orang-orang yang tidak tertarik pada agama
dan mereka bergabung dengan kaum Muslim seperti burung-burung pada kawanan yang
sama. Bila dilihat dari sudut pandang ini, penduduk Muslim mewakili mayoritas.
Di sisi lain orang-orang Yahudi yang berkuasa sebelum kedatangan Rasulullah ke
madinah sekarang mereka telah berkurang dan menjadi minoritas. Sebagai
konsekuensinya, dengan menjadi Kepala Negara, pemerintahan Rasulullah (saw)
telah terbentuk dengan kuat. Meskipun demikian perintah tersebut menyatakan
bahwa "Kalian tidak akan menggunakan paksaan dalam agama, juga tidak akan
menggunakan kekuatan terhadap orang-orang lemah walaupun mereka bukan Islam
yang telah bergabung dengan kalian sebagai kawan dan saudaramu, atau tidak akan
menggunakan kekuatan terhadap orang Yahudi yang hidup di bawah wilayah kalian.
’
Anda
sekalian dapat melihat dari Perjanjian yang disusun, bagaimana suasana cinta
dan kasih sayang, kebebasan beragama dan toleransi tercipta. Perjanjian itu
berbunyi sebagai berikut:
- Umat Islam dan Yahudi akan hidup bersama satu sama lain dalam kebaikan dan ketulusan dan tidak akan melakukan perbuatan yang berlebihan atau kekejaman apapun terhadap satu sama lain.
- Orang-orang Yahudi akan terus menjaga iman mereka sendiri dan umat Islam dengan imannya;
- Kehidupan dan hak milik semua warga negara harus dihormati dan dilindungi keamanannya dalam kasus kejahatan yang dilakukan oleh seseorang
- Semua perselisihan akan mengacu keputusan Nabi Allah karena dia memiliki otoritas yang menentukan, tetapi semua keputusan yang menyangkut pribadi akan didasarkan pada aturan masing-masing.
Dan, tentu saja, ada poin-poin
lainnya dalam perjanjian ini selain keempat poin yang dikutip tersebut.
Sekarang coba lihat upaya apa yang telah digunakan untuk membangun keadaan
masyarakat yang penuh kebebasan dan kasih sayang. Pada waktu itu tidak ada
hukum nasional. Setiap orang hidup sesuai dengan tradisi dan hukum klan atau
suku. Nabi Muhammad (saw) tidak mengatakan bahwa Anda adalah minoritas,
tetapi memang benar bahwa, Anda harus mematuhi undang-undang mayoritas Islam.
Sebaliknya, kondisi dari Perjanjian itu adalah bahwa urusan Anda akan
ditentukan berdasarkan undang-undang Anda sendiri. Ini adalah Piagam pertama
kebebasan hati nurani dan berkeyakinan dalam Islam.
Standar Toleransi Islam
Contoh
lain yang sangat baik tentang toleransi, AlQuran Suci menjelaskan bahwa
bagaimanapun keadaannya, Anda tidak boleh meninggalkan toleransi. Terlepas dari
kekejaman yang ditimbulkan pada kalian, kalian jangan bertindak selain dengan
keadilan dan tidak membalas dendam dengan cara yang sama kejamnya. Jika kalian
melakukannya, maka kalian adalah sesat, kata lain untuk sebutan keislaman
kalian menjadi tidak berarti. AlQuran Suci menyatakan:
”...janganlah kebencian sesuatu kaum mendorong kamu
bertindak tidak adil. Berlakulah adil; itu lebih dekat kepada takwa.” (Q.S 5:
9)
Ini
adalah standar toleransi dan keadilan dalam Islam. Islam menganjurkan untuk tidak
menanggapi tuduhan rendah dan hina dari lawan, karena dengan melakukan
itu maka akan membuat kita sendiri menjadi kejam. Sebaliknya memaafkan adalah
tindakan yang lebih baik dan kalaupun diharuskan untuk membalas maka kita balas
dengan catatan tidak melebihi luka yang telah ditimbulkan kepada kita.
Sebuah
contoh luar biasa tentang toleransi dan pengampunan adalah seperti yang
diperlihatkan oleh Rasulullah saw yang yang mengampuni semua penganiaya pada
saat Fattah Mekkah. Sejarah telah mencatat peristiwa ini. Ikramah adalah musuh
terbesar Islam. Meskipun amnesti umum telah diproklamasikan oleh Rasulullah saw
pada hari kemenangan tersebut, Ikramah memilih melawan kaum muslimin, ia
akhirnya kalah dan kemudian melarikan diri. Ketika istri Ikramah memohon
pengampunan, Rasulullah saw pun mengampuni. Segera setelah pengampunan, ketika
Ikramah muncul ke hadapan Rasulullah saw, Ikrimah berkata kepada Rasulullah saw
dengan sombongnya bahwa 'Jika Engkau berpikir bahwa karena pengampunan Engkau
saya juga akan menjadi seorang Muslim, maka biarkan hal ini jelas bahwa saya
tidak menjadi Muslim. Jika Anda dapat memaafkan saya sementara saya tetap teguh
pada keimanan saya, maka itu baik, tetapi jika sebaliknya saya akan pergi.
Rasulullah (saw) bersabda: Tidak diragukan lagi Engkau bisa tetap teguh dengan
keimanan Engkau. Engkau bebas dalam segala hal. Tambahan pula, ribuan
orang-orang Mekkah pada waktu itu juga belum menerima Islam dan meskipun kalah
mereka tetap mendapatkan hak kebebasan mereka dalam beragama. Jadi ini adalah
ajaran AlQuran Suci dan contoh yang diberikan oleh Rasulullah saw mengenai hal
ini.
Kemudian
beberapa contoh lain dari kebebasan berbicara dan toleransi. Suatu ketika
Rasulullah saw membeli unta dari seorang Badui yang ditukar dengan sekitar 90 kilo
kurma kering. Ketika Rasulullah saw sampai dirumah, ia menemukan bahwa semua
kurma telah hilang. Dengan penuh kejujuran dan kesederhanaan, beliau mendatangi
orang Badui tersebut dan berterus terang padanya, Wahai hamba Allah! Saya telah
membeli unta dengan ditukar dengan kurma kering dan saya merasa bahwa saya
memiliki banyak kurma tetapi ketika saya sampai dirumah, saya menemukan bahwa
saya tidak memiliki kurma yang banyak. Orang Badui itu berkata: Dasar penipu!
Orang-orang mulai memberitahu Badui untuk berhenti berbicara seperti itu
terhadap Rasulullah saw, tetapi Rasulullah saw bersabda: Biarkan dia. (Masnad
Ahmad bin Hanbal Vol.6 p.268 diterbitkan di Beirut)
Sekarang
lihatlah, bagaimana cara seorang penguasa waktu tu berurusan dengan orang
biasa. Ini adalah standar jaminan kebebasan berbicara dan standar kesabarannya.
Kemudian
contoh toleransi dan kebebasan beragama mengacu pada orang-orang dari agama
lain. Suatu ketika delegasi Kristen dari Najaran datang kepada Nabi Suci (saw).
Dalam pertemuan dengan Rasulullah saw di Masjid Nabi di Madinah itu, waktu bagi
peribadatan Kristen telah tiba dan mereka ingin segera berangkat. Rasulullah
saw menawarkan kepada mereka untuk beribadah di masjid. Kemudian Setelah
itu terbentuklah persetujuan dengan orang-orang Kristen Najran yang
menjamin kebebasan mereka dalam beragama dan menetapkan kewajiban bagi umat
Islam untuk melindungi gereja-gereja mereka. Tidak ada gereja yang harus
dihancurkan dan juga tidak akan ada satupun imam yang akan diusir atau dikeluarkan.
Hak-hak mereka juga tidak akan dikurangi dan takkan ada satupun orang Kristen
yang diminta untuk mengubah imannya. Pernyataan ini menyatakan bahwa Nabi (saw)
memberikan jaminan pribadinya. Perjanjian ini selanjutnya menyatakan bahwa jika
umat Islam ingin membantu membiayai perbaikan gereja-gereja Kristen, itu akan
menjadi tindakan kebajikan bagi mereka.
Berkenaan
dengan keadilan, kebenaran dan kebebasan beragama, pendiri Jemaat Ahmadiyah,
Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad(as) menyatakan bahwa terbukti bahwa setelah
perselisihan antara seorang Muslim dengan seorang Yahudi di bawa ke hadapan
Rasulullah saw. Rasulullah saw) memutuskan bahwa orang Yahudi yang benar
dan menolak pernyataan seorang muslim. Kemudian mengutip sebuah ayat
Alquran, beliau menyatakan bahwa ayat ini berarti 'Wahai nabi, Ajaklah
orang-orang ahli kitab dan orang-orang yang tidak tahu ke dalam Islam. jika
mereka masuk Islam, mereka akan mendapatkan bimbingan tetapi jika mereka
berpaling maka pekerjaan mu hanyalah menyampaikan pesan dari Allah taala. di
dalam ayat ini tidak tertulis bahwa tugas kalian adalah berperang melawan
mereka.
Jelas
dari ayat ini bahwa perang hanya diizinkan terhadap musuh yang membunuh orang
Islam atau mengganggu terciptanya perdamaian dan sibuk dalam pencurian dan perampokan.
Dan perang ini adalah dilakukan dari kapasitas beliau sebagai seorang panglima
dan bukan karena kenabiannya. Allah berfirman 'berperanglah di jalan Allah
terhadap mereka yang memerangimu', hal itu menyatakan bahwa 'tidak ada
kepentingan pada hal lainnya dan tidak melampaui batas' karena Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas.
Jadi
ini adalah ajaran yang indah dari Islam dan contoh yang sempurna dari Nabi
Muhammad saw, contoh-contoh yang telah saya gambarkan sebelumnya. Adalah
cemoohan yang besar dengan menuduh bahwa tidak ada konsep toleransi kebebasan
beragama berkeyakinan dalam Islam. Kita tidak boleh menafsirkan kepentingan
beberapa kepentingan dari beberapa individu Islam dan juga tidak tidak bisa
ditafsirkan seperti itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar